emasharini.id – Mulai Oktober 2025, BPJS Kesehatan memberlakukan perubahan cakupan layanan. Sebanyak 21 penyakit baru tidak lagi ditanggung, meski masyarakat sebelumnya menganggap semua penyakit tercover. Kebijakan ini mengejutkan banyak pihak.
Latar Belakang Kebijakan Baru
Pihak BPJS menyampaikan bahwa pembatasan ini bertujuan menjaga keberlanjutan sistem dan kualitas layanan. Mereka menilai bahwa beberapa penyakit termasuk dalam kategori terapi eksperimental, kosmetik, atau pengobatan alternatif yang biayanya tinggi. Karena itu, pengobatan untuk penyakit tersebut dikenai pengecualian.
Meski demikian, penyakit yang dikecualikan baru akan berlaku untuk pengobatan di luar standar klinis yang sudah ada. Bila pasien memerlukan perawatan medis yang terbukti efektif dan diakui standard, BPJS tetap mempertimbangkan penjaminan.
Contoh Penyakit yang Dikecualikan
Beberapa penyakit yang tidak lagi ditanggung mencakup kondisi seperti terapi kosmetik, penanganan lanjutan penyakit kronis eksotis, serta penggunaan obat-obatan baru yang belum mendapat rekomendasi dalam pedoman klinis. Contoh spesifik belum disampaikan secara publik.
Kebijakan ini tidak otomatis berlaku untuk seluruh kasus penyakit tersebut. Apabila dokter menyatakan pengobatan itu esensial dan terstandar, pasien masih dapat mempertimbangkan pengajuan klaim khusus.
Implikasi Bagi Peserta BPJS
Peserta kini harus lebih cermat memahami jenis penyakit dan terapi yang mereka jalani. Bila penyakit mereka termasuk dalam daftar pengecualian, maka beban biaya jatuh ke pasien.
Di sisi lain, kebijakan ini mendorong sistem rujukan yang lebih ketat. Dokter dan rumah sakit perlu memastikan bahwa terapi yang ditawarkan memenuhi standar klinis. Kegagalan memahami batas tanggungan dapat menyebabkan pasien menanggung beban medis tinggi sendiri.
Keputusan mengecualikan 21 penyakit dari penjaminan BPJS mulai Oktober 2025 menandai perubahan signifikan dalam skema jaminan kesehatan nasional. Kebijakan ini menuntut peserta lebih paham hak dan tanggung jawab mereka terhadap jenis penyakit dan prosedur medis. Semoga kebijakan ini diiringi dengan transparansi dan edukasi agar tidak merugikan pasien.
