Harga Emas Antam Turun Awal Pekan: Hanya Rp1.894.000 per Gram
emasharini.id – Harga emas batangan Antam mengalami penurunan tipis saat memasuki awal pekan. Pada Senin (18 Agustus 2025), harga per gram berkurang Rp 2.000, dan kini ditetapkan di angka Rp 1.894.000 per gram. Demikian pula, harga buyback emas Antam juga turun serupa menjadi Rp 1.740.000 per gram.
Semua Pecahan Ikutan Terkoreksi
Penurunan harga tidak hanya berlaku pada emas ukuran 1 gram, tapi juga variant lain. Misalnya:
-
Emas 0,5 gram turun menjadi Rp 997.000.
-
Ukuran 2 gram kini dibanderol Rp 3.728.000.
-
Varian 5 gram melemah menjadi Rp 9.245.000.
Lebih lanjut, ukuran lebih besar seperti 10 gram kini dipasarkan seharga Rp 18.435.000, dan ukuran jumbo 1.000 gram mencapai Rp 1.834.600.000.
Faktor Penurunan: Dorongan Global & Sentimen Hati-Hati
Sementara itu, harga emas dunia juga mencatat pelemahan pada sesi Asia awal pekan ini. Hal ini disebabkan oleh peningkatan data Producer Price Index (PPI) AS yang menunjukkan tekanan inflasi tetap kuat. Trennya membuat investor memperkecil ekspektasi pelonggaran suku bunga, sehingga emas kehilangan daya tarik sebagai aset safe haven. Selain itu, penguatan indeks dolar AS turut menekan permintaan emas global.
Peluang Strategis bagi Investor Jangka Panjang
Di sisi lain, harga emas yang sedang melemah bisa menjadi peluang strategis untuk investor. Mereka yang telah berinvestasi sebelumnya dapat melakukan averaging down—yaitu membeli tambahan saat harga rendah untuk menurunkan biaya rata-rata per gram emas yang dimiliki. Lagi pula, emas tetap dikenal sebagai lindung nilai jangka panjang terhadap inflasi dan ketidakpastian geopolitik.
Namun demikian, investor tetap disarankan untuk memerhatikan selisih antara harga beli dan harga buyback, serta memperhitungkan pajak PPh 22 yang berlaku saat jual beli emas ANTAM. Dengan demikian, investasi tetap efisien dan proceduralnya lebih optimal.
Outlook Jangka Pendek dan Panjang
Secara jangka pendek, pergerakan emas kemungkinan akan dipengaruhi oleh data inflasi AS berikutnya, kebijakan moneter The Fed, dan fluktuasi nilai tukar. Sedangkan secara jangka panjang, dinamika ekonomi global dan stabilisasi geopolitik akan menjadi katalis yang lebih fundamental.