emasharini.id – Ketua Komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun, membantah keras tudingan bahwa revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) akan mereduksi independensi Bank Indonesia (BI).
“Apa yang dikhawatirkan? Kita nggak mengganggu independensi BI,” ujarnya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (1/10/2025).
Dalam draf RUU P2SK yang tengah digodok, memang terdapat penambahan klausul baru, seperti memperluas tujuan BI untuk mendukung sektor riil dan lapangan kerja—selain tugas menjaga stabilitas rupiah dan sistem pembayaran.
Ada pula revisi pada Pasal 48, yang menyebutkan bahwa anggota Dewan Gubernur BI bisa diberhentikan berdasarkan evaluasi DPR sebagai bagian fungsi pengawasan.
Misbakhun menegaskan bahwa perubahan tersebut tidak mengubah inti independensi dalam “pelaksanaan kelembagaan”. Ia menyebut DPR tak berniat mengintervensi proses internal seperti rekrutmen atau aktivitas organisasi BI.
Revisi Terbatas & Fokus pada LPS
Menurut Misbakhun, revisi RUU P2SK tidak banyak mengubah aspek independensi BI secara kelembagaan. Proses pembahasan masih berjalan, dan rancangan masih akan dimasukkan ke Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dan diajukan ke paripurna DPR.
Di sisi lain, revisi UU ini memuat perubahan signifikan pada mekanisme alokasi anggaran Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Nantinya, LPS dapat langsung mengajukan anggaran ke DPR tanpa melalui Kementerian Keuangan.
Hal ini direspon sebagai usaha memperkuat independensi LPS agar sejajar dengan BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam struktur kelembagaan keuangan nasional.
Misbakhun menjelaskan, perubahan tersebut mengikuti arahan dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK), yang meminta adanya normatif penguatan independensi LPS.
Kontroversi & Hambatan Pembahasan
Kritik terhadap revisi UU P2SK paling tajam menyasar potensi kendali politik terhadap BI. Revisi Pasal 48 dan pengaturan evaluasi DPR dianggap sebagai pintu masuk intervensi legislatif terhadap lembaga independen.
Namun DPR menepis kekhawatiran itu dan menolak akan melakukan intervensi dalam tindakan operasional BI.
Proses revisi juga memasukkan poin tambahan seperti pengaturan kripto, peran BI di sektor riil, serta penguatan pengawasan sektor keuangan digital.
RUU inisiatif DPR ini telah disetujui menjadi usul legislatif. Ke depan, DPR dan pemerintah akan menyusun DIM dan melakukan harmonisasi teks sebelum pengesahan.
Menyoal Independensi dalam Konteks Legislasi
Isu independensi lembaga keuangan memang sensitif. Ketika revisi UU menyentuh BI atau LPS, publik dan pasar akan mengawasi ekseskusi aturan tersebut.
Penambahan tugas BI dalam mendukung sektor riil dan tenaga kerja bisa dianggap perlu untuk menguatkan peran lembaga dalam pemulihan ekonomi. Namun, ia juga harus diimbangi dengan jaminan agar otoritas operasional tetap berada pada BI tanpa campur tangan politik.
Revisi alokasi anggaran LPS juga menjadi langkah kritis untuk memperkuat posisi lembaga. Jika mekanismenya berjalan sesuai norma konstitusional, LPS tidak lagi bergantung pada persetujuan menteri.
Tetapi jika secara praktis DPR memanfaatkan posisi pengawasan sebagai alat tekanan, maka independensi tetap bisa terancam.
DPR melalui Komisi XI menyatakan bahwa revisi UU P2SK dirancang untuk memperkuat lembaga-lembaga keuangan, bukan melemahkan independensi BI. Fokus revisi lebih besar diarahkan pada LPS dan penyesuaian fungsi lembaga keuangan.
Meski demikian, paranoia publik akan intervensi legislatif tak hilang. Ke depan, pembahasan RUU ini harus transparan, melibatkan ahli, dan menjaga keseimbangan agar independensi finansial tetap terjaga.
Perubahan undang-undang sektor keuangan selalu membawa konsekuensi besar. Dengan pengawasan publik dan penguatan norma kelembagaan, DPR dan pemerintah dapat menanggulangi kekhawatiran bahwa revisi akan mencederai independensi BI.
