emasharini.id – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah mempertimbangkan mekanisme baru terkait ekspor emas. Langkah ini muncul menyusul keluhan PT Aneka Tambang Tbk (Antam) yang mengaku masih harus mengimpor emas untuk memenuhi permintaan domestik.
Permasalahan Pasokan Emas dalam Negeri
Direktur Utama Antam, Achmad Ardianto, menyatakan bahwa produksi emas Antam saat ini hanya sekitar 1 ton per tahun dari tambang Pongkor. Sementara itu, kebutuhan emas nasional mencapai 43 ton.
Untuk menutup kekurangan, Antam mengimpor sekitar 30 ton emas dari Singapura dan Australia. Ardianto menjelaskan bahwa tidak ada regulasi yang mewajibkan perusahaan tambang menjual emasnya ke Antam, sehingga banyak produsen emas yang memilih menjual bagiannya ke pasar luar negeri.
Antam juga telah menjalin kerja sama dengan PT Freeport Indonesia untuk mendapatkan pasokan emas sebanyak 30 ton sebagai sumber tambahan.
Tinjauan Kebijakan Ekspor Emas oleh ESDM
Menanggapi keluhan Antam, Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM, Tri Winarno, mengatakan bahwa pihaknya akan meninjau kembali siapa saja yang mengekspor emas dan bagaimana mekanismenya.
Tri juga menyebut bahwa kebijakan penghentian ekspor tidak bisa diambil secara tergesa-gesa. Ia mengungkapkan bahwa aspek perpajakan dan keuntungan bagi semua pemangku kepentingan harus dipertimbangkan.
Lebih lanjut, ESDM akan mempertimbangkan apakah akan memberlakukan bea keluar pada ekspor emas atau kebijakan ekspor yang lebih ketat.
Jika ESDM memberlakukan regulasi ekspor yang lebih ketat, Antam dan produsen emas lokal dapat memperoleh keuntungan dengan pasokan yang lebih stabil di pasar domestik. Namun, langkah ini dapat memicu resistensi dari perusahaan tambang yang sebelumnya menjual secara bebas ke pasar ekspor.
Selain itu, penerapan bea keluar atau regulasi ekspor dapat berdampak pada harga global emas dan arus perdagangan internasional. Pemerintah harus menghitung secara cermat agar kebijakan baru tidak merugikan sektor tambang dan perekonomian nasional.
