emasharini.id – PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST), selaku operator KFC di Indonesia, mencatat pendapatan menurun dari Rp 2,48 triliun menjadi Rp 2,40 triliun pada paruh pertama 2025. Direktur FAST, Wahyudi Martono, menyebutkan bahwa penurunan pendapatan sebesar Rp 77 miliar dibanding periode sama 2024 menjadi salah satu indikator tekanan operasional.
Beban pokok penjualan (COGS) juga mengalami penyesuaian. Nilainya turun dari sekitar Rp 1,05 triliun menjadi Rp 961,44 miliar. Meskipun begitu, laba bruto justru naik tipis, dari Rp 1,42 triliun menjadi Rp 1,44 triliun.
Rugi Bersih Turun, Tapi Utang Membengkak
FAST masih mencatat rugi bersih sebesar Rp 138,75 miliar untuk semester I 2025. Itu lebih kecil dari kerugian di periode sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp 348,83 miliar.
Sementara itu, total aset perusahaan tumbuh dari Rp 3,52 triliun menjadi Rp 4,10 triliun. Namun di sisi kewajiban, utang perusahaan melonjak menjadi Rp 3,97 triliun dibanding Rp 3,40 triliun pada akhir 2024.
Kenaikan utang ini sebagian disebabkan oleh strategi refinancing utang jangka pendek menjadi jangka panjang.
Faktor Boikot dan Penurunan Daya Beli
Wahyudi menyebut bahwa turunnya daya beli masyarakat menjadi faktor utama melemahnya pendapatan. “Transaksi kita juga mengalami penurunan yang cukup besar,” ujarnya dalam public expose virtual. Selain itu, perusahaan masih menghadapi tekanan dari imbas pandemi dan aksi boikot yang terjadi pada 2023–2024.
Fenomena boikot dan konsumen yang memilih menahan belanja menjadi beban tambahan bagi KFC dalam menjaga stabilitas operasional.
Dalam konteks ini, kinerja restorannya rentan terhadap fluktuasi perilaku konsumen dan faktor eksternal seperti sentimen negatif terhadap brand.
