emasharini.id – Pasar aset kripto dan logam mulia menunjukkan reli signifikan sejak pekan pertama Oktober 2025. Bitcoin dan emas sama-sama mencetak rekor baru, terbantu oleh faktor makroekonomi dan kekhawatiran global.
Reli Bitcoin dan Emas di Awal Oktober
Bitcoin melonjak sekitar 2 persen pada Senin (6 Oktober), menembus level tertinggi baru di atas USD 125.790 atau sekitar Rp 2,08 miliar (kurs ~16.602). Emas berjangka pun mendekati angka USD 4.000 per troy ounce, sedangkan perak naik ke USD 48,50 per ounce. (berdasarkan laporan pasar)
Kenaikan ini tak hanya terjadi dalam hitungan jam. Sepanjang tahun 2025, emas telah menguat lebih dari 50 persen, sementara Bitcoin mencatat kenaikan sekitar 33 persen. Momentum ini mencerminkan ketertarikan investor terhadap aset safe haven saat pasar menghadapi ketidakpastian.
Faktor Sentimen Penguat
Investor mencari perlindungan dari tekanan utang publik dan defisit fiskal di negara maju. Ketidakpastian politik juga memperkuat aliran modal ke aset seperti emas dan Bitcoin sebagai lindung nilai.
Indeks dolar AS tercatat melemah lebih dari 9 persen selama tahun ini. Pelemahan dolar mendorong harga emas dan aset kripto lebih menarik bagi investor global.
Hasil pemilu di Jepang turut menambah tekanan pasar. Kemenangan calon yang dipandang sebagai pendukung stimulus fiskal dianggap sebagai sinyal kebijakan moneter yang longgar.
Istilah “perdagangan debasement” muncul sebagai narasi sentimen saat ini, yaitu strategi investor beralih ke aset keras untuk melawan erosi nilai mata uang fiat akibat inflasi dan pencetakan uang.
Sentimen ini mempererat hubungan antara pasar kripto dan pasar logam mulia. Kenaikan Bitcoin dan emas yang serentak menunjukkan bahwa investor mulai melihat keduanya sebagai instrumen simbiotik di tengah volatilitas.
Namun, kestabilan langkah ini tergantung pada keputusan The Fed selanjutnya. Bila suku bunga tetap tinggi atau data ekonomi AS tetap kuat, reli bisa tertekan. Sebaliknya, pemangkasan suku bunga bisa memberi angin tambahan bagi kenaikan.
Investor kini menanti data inflasi AS, laporan pertumbuhan ekonomi, dan kebijakan moneter global. Semua itu bisa menjadi katalis berikutnya.
